Selasa, 01 Desember 2009

Ketika Century Resahkan Istana

SELASA sore, 24 November 2009, suasana di kantor Departemen Keuangan, Jakarta tak seperti biasanya. Belasan petinggi ekonomi negeri ini berkumpul untuk menggelar jumpa pers. Personel mereka lengkap, mulai dari jajaran Departemen Keuangan, Bank Indonesia (BI), Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), dan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK). Di depannya, puluhan tape, kamera foto dan video jurnalis TV siap merekam.

Dipimpin Menteri Keuangan Sri Mulyani, mereka bersuara lantang soal penyelamatan Century yang menelan dana Rp 6,7 triliun. Selama lebih dari dua jam, mereka menyangkal berbagai temuan audit investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam kasus bail-out PT Bank Century Tbk yang menyudutkan sejumlah lembaga di bawah naungan KSSK.

Sambil membacakan berlembar-lembar berkas jawaban atas temuan BPK, Menkeu dan Deputi Gubernur Senior BI Darmin Nasution memaparkan situasi krisis finansial yang menghantui dunia saat Century diselamatkan. Keduanya mengelak atas tudingan BPK yang meragukan analisis dampak sistemik jika Century ditutup, serta informasi BI yang disembunyikan dan tidak mutakhir. Menurut mereka, temuan audit BPK salah dan tidak memberikan gambaran menyeluruh. “Tidak benar, tudingan analisa sistemik dibuat terburu-buru,” ujar Darmin.

Dia membacakan bagian-bagian penting dari 15 halaman jawaban BI atas berbagai tudingan BPK dalam bail-out bank yang berganti nama menjadi Bank Mutiara itu. Selain Menkeu dan BI, bantahan juga disampaikan oleh Sekretaris KSSK Raden Pardede dan Ketua Dewan Komisioner Rudjito.

Tangkisan ini sesungguhnya merupakan rentetan dari peristiwa sehari sebelumnya, serta berita-berita Century yang turut memanaskan suhu politik di Tanah Air. Pada Senin pagi, pukul 10.00 WIB, Ketua BPK Hadi Poernomo menyerahkan hasil audit investigasi kasus Century kepada pimpinan DPR. Bocoran hasil audit BPK sebenarnya berisi lima poin utama. Perinciannya adalah:

Pertama, BI tidak tegas dan prudent dalam menyetujui proses akuisisi dan merger tiga bank menjadi Century. Kedua, perubahan kebijakan soal fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) yang melanggar aturan BI.

Ketiga, soal penetapan Century sebagai bank gagal sistemik tidak didasarkan pada pasokan informasi lengkap dan mutakhir dari BI, tidak ada kriteria terukur dari KSSK, serta tidak disebut berapa biaya yang harus ditanggung LPS. Ironisnya, Rp 2,8 triliun penyertaan modal sementara (PMS) LPS tak ada dasar hukum lantaran Perpu Jaring Pengaman Sistem Keuangan ditolak DPR pada 18 Desember 2008.

Keempat, soal penggunaan dana FPJP dan PMS yang disalahgunakan, seperti ditarik oleh pihak terkait, serta penggunaan dana PMS untuk mengganti deposito US$ 18 juta milik salah satu nasabah besar Century yang statusnya tidak jelas apakah dipinjamkan atau digelapkan. Terakhir soal praktek-praktek tak sehat yang dilakukan oleh mantan pemilik dan pengurus bank. Akibat ulah Robert Tantular, Rafat Ali Rizfi dan Hesham Al Warraq, Century dirugikan Rp 6,1 triliun.

Berdasarkan temuan BPK itu, bukan tiga mantan pemilik bank yang mendesak untuk diusut. Tetapi, peran petinggi negara yang justru lebih menyedot perhatian para pengamat, ekonom dan politisi DPR. Tudingan miring mengarah pada Menkeu sebagai Ketua KSSK dan mantan Gubernur BI Boediono sebagai anggota sebagai tokoh sentral dibalik bail-out Century.

Banyak kalangan mendesak agar Sri Mulyani dan Boediono, yang terpilih sebagai Wakil Presiden itu, bertanggung jawab atas putusan bail-out kontroversial. Itu bukan hanya mencuat dalam aksi demo serabutan di jalan. Namun, mantan Ketua MPR Amien Rais juga menyerukan kedua petinggi nonaktif dari jabatannya. “Ini agar investigasi lebih mudah dan cepat, sebab BPK melihat keduanya sebagai tokoh sentral dalam kasus Century,” kata Amien.

Namun, tudingan ini masih belum cukup seksi. Yang lebih hot lagi adalah soal kabar aliran dana Century ke partai politik. Ekonom senior Kwik Kian Gie menduga Century menjadi tempat cuci uang untuk kepentingan politik.

Kecurigaan juga datang dari para inisiator Hak Angket Kasus Century. Salah satu poin penyelidikan Hak Angket adalah menelusuri aliran dana Century ke partai politik. Itu tertuang dalam surat usulan Hak Angket yang ditujukan kepada pimpinan DPR, pada 12 November lalu.

“Adakah faktor kesengajaan membobol uang negara demi kepentingan tertentu, politik misalnya, melalui skenario bail-out bagi Bank Century?,” demikian tertulis dalam surat usulan Hak Angket tersebut.

Sejak surat itu diserahkan, bak bola salju, Hak Angket terus menggelinding. Kecurigaan isu bail-out Century terkait kepentingan politik terus berhembus. Bahkan, dalam sebuah kronologis yang dibuat oleh PDIP menyebutkan kapan bail-out Century dilakukan, kapan suntikan modal dikucurkan, serta periode pemilihan umum dilakukan.

Selama dua pekan, berita-berita Century terus menerus menghiasi media massa, tak terkecuali soal kabar miring aliran dana ke partai politik. Kecurigaan kepada Partai Demokrat kian meninggi lantaran partai ini ogah mendukung Hak Angket Kasus Century. Demokrat baru mendukung Angket setelah BPK menyerahkan audit Century ke DPR pada 23 November 2009.

Rumor yang terus menerus berhembus itu membuat panas telinga Susilo Bambang Yudhoyono, presiden terpilih yang diusung oleh Partai Demokrat. Meski kegerahan, SBY mencoba menahan diri karena dia mengaku tidak mau mengintervensi proses audit yang dilakukan BPK.

Setelah audit diserahkan ke DPR pada Senin pagi, 23 November, pada sore harinya pukul 16.00 WIB, Presiden memanggil sejumlah petinggi negara menyusul laporan audit Bank Century di kantor Presiden. Di antaranya adalah Kapolri Jenderal Bambang Hendarso Danuri, Jaksa Agung Hendarman Supandji, Ketua BPK Hadi Poernomo, Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menko Perekonomian Hatta Rajasa, Menko Polkam Djoko Suyanto, Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, serta Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar.

Pada malam harinya, SBY mulai buka suara soal Century, serta kasus Bibit-Chandra. Pada malam hari sebelumnya, SBY sempat mengundang para pemimpin redaksi media massa, juga untuk menjelaskan kasus Century dan KPK. Dia menekankan Century diselamatkan untuk mencegah krisis finansial mengancam Indonesia.

Dalam dua kesempatan itu, SBY membantah dengan tegas tudingan bahwa sebagian dana bail-out itu dirancang untuk dialirkan ke dana kampanye Partai Demokrat dan Capres SBY. “Itu fitnah yang sungguh kejam dan sangat menyakitkan,” kata SBY dalam pidatonya Senin malam.

Presiden juga meminta agar aliran dana Century ini dibuka semuanya. “Kasus Century harus dibedah semua, saya juga ingin (tahu) aliran dana ke mana saja, buka semuanya,” kata presiden saat bertemu Pimred sehari sebelumnya. Pada kesempatan terpisah, Wapres Boediono juga mendukung aliran dana Century diusut.

Agar kasus ini menjadi terang benderang, juga SBY meminta pihak-pihak berwenang, yakni Menteri Keuangan dan Bank Indonesia memberikan klarifikasi mengenai kebijakan penyelamatan Century. “Saya ingin semua kebohongan dan fitnah disingkirkan dengan cara menghadirkan fakta dan kebenaran sesungguhnya.”

Esoknya, dalam jumpa pers di Depkeu, selain menjelaskan secara gamblang proses bail-out Century, Sri Mulyani juga menekankan tidak ada konflik kepentingan dalam putusan ini, baik pribadi atau kelompok. “Ini murni untuk menyelamatkan sistem perbankan dan perekonomian Indonesia.”

Bantahan juga datang dari LPS, direktur utama Bank Century hingga Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) yang bertugas menelusuri aliran dana Century. Dari hasil penelusuran PPATK hingga dua lapis, diketahui ada 50 transaksi pada 10 bank. Tetapi, belum ada aliran dana ke parpol.

Semua bantahan itu tak menyurutkan langkah anggota Dewan untuk menggolkan Hak Angket pada Rapat Paripurna 1 Desember nanti. Melalui Panitia Angket Century, DPR ingin membuka tabir aliran dana Century. Bahkan, DPR ingin PPATK membuka aliran dana hingga tujuh lapis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar