Selasa, 12 Juni 2012

Contoh Kasus Phobia


CONTOH KASUS PHOBIA KE SEKOLAH :

Dua minggu yang lalu, saya berkonsentrasi untuk menangani siswa yang tidak mau berangkat ke sekolah dikarenakan memiliki masalah di sekolah yang belum terselesaikan. Namanya Aman (saya pernah membahasnya dalam artikel saya yang berjudul Aku Hanya Diam Ketika Kalian Memanggilku Autis. Pada artikel tersebut, saya menceritakan bahwa Aman memiliki masalah ketidak mampuan menjalin hubungan sosial yang baik dengan teman sebayanya dikarenakan terlalu banyak bermain game online. Semakin berjalannya waktu dan ketidakmampuan Aman untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi, masalah Aman ini menjadi meluas. Tidak hanya dengan teman-teman sebayanya tetapi juga dengan guru-guru pengajar.
Yang menjadi perhatian saya adalah ketika Aman berbicara dengan orang lain. Tidak terfokus dengan lawan bicara, hanya tersenyum-senyum sambil menggerakkan kepalanya dengan hitungan patah-patah seperti boneka kayu yang kaku dan pandangan kosong lurus ke depan. Hitungan fokus untuk menatap lawan bicara hanya kurang dari 6 detik dan fokus pada topik pembicaraan hanya kurang dari 9 detik. Pola seperti ini, terulang terus menerus ketika Aman dihadapkan pada situasi yang mengharuskan dia untuk berkomunikasi dengan dua orang atau lebih.
Pola yang terulang terus-menerus setiap kali berbicara dengan Aman,membuat teman-teman sekelasnya menjauhi Aman. Bahkan ada seorang guru yang membentak Aman dengan menggunakan kata “gendheng dan autis.”
Masalah baru muncul. Aman tidak hadir di sekolah sampai hampir 1 minggu. Menurut pengakuan ibunya, setiap disuruh berangkat ke sekolah, badan Aman mendadak panas dan kakinya dingin yang disertai dengan diare. Empat surat izin tidak masuk karena sakit dari orang tua Aman, terdapat diatas meja kerja saya. Tiga kali diperiksakan ke dokter oleh orang tuanya, tidak diketahui adanya penyakit berbahaya. Menurut analisa dokter, sakitnya Aman dikarenakan Aman mengalami stres berat dan ketakutan akan sesuatu. Kepada ibunya, Aman bercerita kalau dia takut berhadapan dengan guru yang mengatakan dia gendheng dan autis. Sehingga membuat dia takut berangkat ke sekolah.
Gejala yang dialami oleh Aman, menunjukkan bahwa Aman terserang Phobia Sekolah. Menurut Jacinta F. Rini, phobia sekolah adalah bentuk kecemasan yang tinggi terhadap sekolah yang biasanya disertai dengan berbagai keluhan yang tidak pernah muncul atau pun hilang ketika “masa keberangkatan” sudah lewat atau pada hari Minggu atau hari libur. Phobia sekolah dapat sewaktu-waktu dialami oleh setiap anak hingga usianya 14-15 tahun, saat dirinya mulai bersekolah di sekolah baru atau menghadapi lingkungan baru atau pun ketika ia menghadapi suatu pengalaman yang tidak menyenangkan di sekolah.
Ada beberapa tanda yang dapat dijadikan sebagai kriteria phobia sekolah, yaitu:
  • Menolak untuk berangkat ke sekolah.
  • Mau datang ke sekolah, tetapi tidak lama kemudian minta pulang
  • Pergi ke sekolah dengan menangis, menempel terus dengan orang tua atau pengasuhnya, atau menunjukkan tantrum-nya seperti menjerit-jerit di kelas, agresif terhadap anak lainnya (memukul, menggigit, dsb.) atau pun menunjukkan sikap-sikap melawan/menentang gurunya
  • Menunjukkan ekspresi/raut wajah sedemikian rupa untuk meminta belas kasih guru agar diijinkan pulang dan ini berlangsung selama periode tertentu.
  • Tidak masuk sekolah selama beberapa hari.
  • Keluhan fisik yang sering dijadikan alasan seperti sakit perut, sakit kepala, pusing, mual, muntah-muntah, diare, gatal-gatal, gemetaran, keringatan, atau keluhan lainnya. Anak berharap dengan mengemukakan alasan sakit, maka ia diperbolehkan tinggal di rumah.
  • Mengemukakan keluhan lain (diluar keluhan fisik) dengan tujuan tidak usah berangkat ke sekolah.
  • Senang berdiam diri di dalam kamar dan kurang mau bergaul .
Berdasarkan pengalaman yang sudah saya alami, menangani masalah phobia sekolah cukuplah rumit karena ada keinginan dari anak untuk tidak terbuka terhadap pemasalahannya. Namun, jangan berkecil hati apabila ada anak atau siswa anda yang mengalami phobia sekolah karena saya akan memberikan beberapa cara untuk membantu anak atau siswa dalam menghadapi phobia sekolah.
Untuk orang tua, yang bisa dilakukan adalah :
  • Mengetahui sejak awal gejala yang muncul pada anak sehingga bisa ditangani lebih cepat. Gejala yang muncul ini terjadi pada anak yang berbeda dengan kebiasaan sehari-hari.
  • Tanyakan pada anak sebab terjadinya perubahan tersebut dan beri arahan apabila perubahan itu berdampak negatif bagi anak dan masa depannya.
  • Membantu anak agar bisa menangani masalahnya sendiri dengan memberikan nasehat atau saran serta menanamkan rasa tanggung jawab.
  • Orang tua lebih terbuka atas masalah anak karena masalah yang dialami oleh jaman sekarang jauh berbeda dengan anak-anak jaman dahulu.
  • Berkunsultasi dengan pihak-pihak yang berhubungan dengan masalah phobia sekolah anak seperti dengan guru dan psikolog.

Sedangkan untuk guru sebagai wali kelas atau untuk guru pembimbing, yang bisa dilakukan adalah :
  • Memperhatikan kehadiran siswa di sekolah. Apabila siswa jarang masuk atau tidak masuk pada hari-hari tertentu, segera cari tahu apa penyebabnya.
  • Membantu siswa menyelesaikan masalah yang menjadi penyebab munculnya phobia sekolah.
  • Bekerja sama dengan guru bidang studi dan wali kelas terkait dengan phobia sekolah yang dialami siswa.
  • Bekerja sama dengan orang tua untuk mencari tau penyebab munculnya phobia sekolah pada siswa dan bekerja sama dalam menyelesaikannya.
  • Merujuk siswa ke psikolog apabila dirasa masalah phobia sekolah pada siswa sudah tidak dapat ditangani oleh pihak sekolah.
Membimbing siswa lain untuk lebih memperhatikan siswa yang mengalami phobia sekolah dengan harapan dapat memberikan motivasi sehingga masalah phobia sekolah dapat pelan-pelan teratasi.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar