Prasangka berarti membuat keputusan sebelum
mengetahui fakta yang relevan mengenai objek tersebut. Awalnya istilah ini
merujuk pada penilaian berdasar ras seseorang sebelum memiliki informasi yang
relevan yang bisa dijadikan dasar penilaian tersebut. Selanjutnya prasangka
juga diterapkan pada bidang lain selain ras. Pengertiannya sekarang menjadi
sikap yang tidak masuk akal yang tidak terpengaruh oleh alasan rasional ada prasangka ke dalam tiga kategori.
- Prasangka kognitif, merujuk pada apa yang dianggap benar.
- Prasangka afektif, merujuk pada apa yang disukai dan tidak disukai.
- Prasangka konatif, merujuk pada bagaimana kecenderungan seseorang dalam bertindak.
Beberapa jenis diskriminasi terjadi karena
prasangka dan dalam kebanyakan masyarakat tidak disetujui.
Perbedaan Prasangka dan
Diskriminasi
Prasangka adalah sifat
negative terhadapsesuatu.Dalam kondisi prasangka untuk menggapaiakumulasi
materi tertentu atau untuk statussocial bagi suatu individu atau suatukelompok
social tertentu.Seorang yang berprasangka rasial biasanya bertindak
diskriminasi terhadap ras yangdiprasangkanya.
Sebab Timbulnya
Prasangka
Berlatar belakang
sejarah.Dilatar belakangi oleh perkembangan sosio-kultural dan
situsional.Bersumber dari factor kepribadian.Berlatar belakang dari perbedaan
keyakinan danagama.
Daya Upaya Untuk
MengurangiPrasangka dan Diskriminasi
Perbaikan kondisi social
ekonomi, pemerataan pembangunan, dan usaha peningkatan pendapatan
bagi WNI yangmasih di bawah garis kemiskinan.Perluasan kesempatan belajar.Sikap
terbuka dan lapang harus selalu kitasadari.
Etnosentrisme
Suku bangsa ras cenderung
menganggapkebudayaan sebagai salah satu yang prima, riil,logis, sesuai
kodrat alam,dsb.Etnosentrisme merupakan gejala social yanguniversal.Etnosentrik
merupakan akibat etnosentrisme penyebab utama kesalah pahaman
berkomunikasi.Etnosentrisme dapat dianggap sebagai sikapChauvinisme pernah
dianut orang – orang Jermanzaman Nazi.
Contoh Kasus
Sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia memiliki potensi untuk
terjadinya perpecahan. Hal ini terjadi karena adanya sikap etnosenris dan
memandang kelompok lain dengan ukuran yang sama-sekali tidak ada konsesus
atasnya. Terdapat lebih dari 200 suku dan 300 bahasa. Sehingga Indonesia adalah
negara yang sangat kaya ada-istiadat. Namun, kekayaan itu akan menjadi lumpuh
ketika perbedaan di antaranya tidak diperkuat oleh sikap nasionalisme. Hal bisa
dilhat dari banyaknya konflik antaretnis di tahun 1990-an. Seperti tragedi
Sampit, antar suku Madura dan Dayak. Dimana terdapat kecemburuan ekonomi anatar
Madura sebagai pendatang dan Dayak sebagai penduduk asli. Tragedi Pos, Ambon,
dan Perang adat di Papua.
Sebagai contoh di Papua. Seperti yang diberitakan Kompas Juli 2002, ada
312 suku yang menghuni Papua. Suku-suku ini merupakan penjabaran dari suku-suku
asli yaitu Dani, Mee, Paniai, Amungme, Kamoro, biak, Ansus, Waropen, Bauzi,
Asmat, Sentani, Nafri, Meyakh, Amaru, dan Iha. Setiap suku memiliki bahasa
daerah (bahasa ibu) yang berbeda. Sehingga saat ini tedapat 312 bahasa di sana.
Tempat-tempat pemukiman suku-suku di Papua terbagi secara tradisional
dengan corak kehidupan sosial ekonomi dan budaya sendiri. Suku-suku yang
mendiami pantai, gunung, dan hutan memiliki karakteristik kebudayaan dan
kebiasaan berbeda.. Hal ini pula berimbas pada nilai, norma, ukuran, agama, dan
cara hidup yang beranekaragam pula.
Keanekaragaman ini sering memicu konflik antarsuku. Misalnya yang
terjadi pada tahun 2001, dimana terdapat perang adat antara suku Asmat dan
Dani. Masing-masing-masing-masing suku merasa sukunyalah yang paling benar dan
harus dihormati. Perang adat berlangsung bertahun-tahun. Karena sebelum adanya
salah satu pihak yang kalah atau semkain kuat danmelebihi pihak yang lain, maka
perang pun tidak akan pernah berakhir.
Fenomena yang
sama juga banyak terjadi di kota-kota besar misalnya Yogyakarta. Sebagai kota
multiultur, banyak sekali pendatang dari penjuru nusantara dengan latarbelakang
kebudayaan yang berbeda Masig-masing-masing membawa kepentingan dan nilai dari
daerah masing-masing. Kekhawatiran yang keudan muncul adalah adalnya sentiment
primordial dan etnosentris. Misalnya mahasiswayang berasal dari Medan (suku
Batak) akan selalu berkras pada pendirian dan sikap yang menyebut dirinya
sebagai orang yang tegas, berpendirian, dan kasar (kasar dalam artian tegas).
Sedangkan Melayu dikatakan pemalu, relijius, dan merasa lebih bisa diterima di
mana pun berada. Sedangkan Jawa, akibat pengaruh orde baru, menganggap dirinya
paling maju dari daerah lain. Sehingga ketika berhubungan dengan orang luar
Jawa, maka stigma yang terbentuk adalah stigma negatif seperti malas, kasar,
dan pemberontak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar