Senin, 01 Maret 2010

Pasal 28 B ayat 2 Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh, dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.

Nama : Irfan Novi Trihandoko
NPM : 31108034
Kelas : 2 DB 07



KATA PENGANTAR


Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat-Nya, saya dapat menyelesaikan makalah Kewarganegaraan . Makalah ini saya buat untuk memenuhi tugas Kewarganegaraan.
Saya menyadari bahwa penyusunan makalah ini tidak dapat terselesaikan tanpa izin dan rahmatNya. Saya juga menyadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan-kekurangan, baik berupa penulisan maupun dalam penyelesaiannya. Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik dan saran para pembaca makalah ini, guna mencapai kesempurnaan pada tugas-tugas yang akan datang. Saya juga berharap agar makalah ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.






Jakarta, 28 Februari 2010



Penulis






DAFTAR ISI


Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Tindakan Eksploitasi Anak
2.2. Peran Negara, Pemerintah, Masyarakat dan Orang tua
2.3. Pengaruh Anak Melihat Siaran Televisi

BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA



BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Anak dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara adalah merupakan masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga Negara berkewajiban untuk memenuhi hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi, memberikan perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi.
Pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak, karena anak dari sisi perkembangan fisik dan psikis manusia merupakan pribadi yang lemah, belum dewasa dan masih membutuhkan perlindungan
Sekjend. Komnas Perlindungan Anak, Aris Merdeka Sirait sebagai pemateri dalam sosialisasi tersebut mengatakan bahwa posisi Anak dalam Konstitusi UUD 1945, terdapat dalam pasal 28 B ayat 2 yaitu : “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”.
Hak-hak Anak dalam berbagai Undang-Undang, antara lain UU No. 39/1999 tentang HAM maupun UU Nomor 23/2002 tentang Perlindungan Anak, dengan jelas mengatakan bahwa Akta Kelahiran menjadi hak anak dan merupakan tanggung jawab pemerintah untuk memenuhinya. Dalam UU tersebut dikatakan juga bahwa anak adalah tunas, potensi dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri serta sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tindakan Eksploitasi Anak
Tindakan yang dilakukan oleh orang tua, teman atau orang yang berkepentingan yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga atau golongan tidak dibenarkan. Dengan cara memperalat, memanfaatkan atau memeras anak tidaklah sangat manusiawi, Eksploitasi seksual terhadap anak mempunyai dampak yang sangat besar dalam kehidupan selanjutnya.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi mereka terjerumus dalam dunia pelacuran, antara lain rata-rata anak-anak mengaliami tekanan di dalam rumah:
1. Tekanan ekonomi, orangtua memaksa anaknya untuk menghidupi sendiri dan
memenuhi kebutuhan sekolah sendiri.
2. Tekanan psikologis, beberapa mengalami stres karena kurang kasih sayang, diacuhkan
orang tua dan merasa orang tua mereka terlalu banyak aturan yang menekan perasaan
mereka sama sekali tidak ada kebebasan.
3. Kekerasan fisik, kebanyakan dilakukan oleh bapak mereka ketika anak melakukan
pelanggaran terhadap aturan rumah.
4. Penyalahgunaan seksual, dialamai oleh salah seorang anak dampingan yang dilakukan
oleh kakak kandung sendiri.
Sedangkan tekanan dari luar yang mendukung mereka ketika mendapatkan tekanan dari rumah:
1. Pengaruh teman-teman sekolah yang mulai mengenalkannya dengan diskotik.
2. Pengaruh teman-teman kerja (pabrik, pub, billyard) yang mengenalkan pada kerja
tambahan untuk mendapatkan uang lebih dengan menemani para tamu untuk minum
atau ngedrug.
3. Hubungan sex pra nikah dengan pacar kemudian putus.
4. Dijebak baik oleh teman sendiri atau germo yang mengaku sebagai sahabat baru bagi
mereka untuk memakai salah satu jenis drug, kemudian merasa enjoy dan addic
kemudian mereka terpaksa melacur untuk bisa mendapatkan drug.

Namun ada beberapa solusi terhadap anak yang bekerja di tempat atau bersama orang dewasa, ada beberapa hal yang bisa dilakukan antara lain:
1. Pelayanan pendidikan perlu dipastikan dan sifatnya harus gratis, wajib, relevan dan
menarik. Semua anak berhak atas pendidikan. Anak-anak dan orang tua harus melihat
sekolah sebagai pilihan yang lebih baik daripada bekerja.
2. Pemerintah harus memastikan agar semua anak punya akses terhadap pendidikan yang
wajib sebagai upaya pertama mengatasi masalah pekerja anak. Pemerintah harus
memiliki komitmen terhadap standar internasional, misalnya Konvensi International
Labour Organization (ILO) Convention No.182 mengenai bentuk-bentuk terburuk
pekerja anak yang telah diratifikasi 132 negara. Pemerintah harus memastikan agar ada
hukum yang bisa menjadi dasar untuk menindak pengusaha yang mengeksploitir anak.
3. Tersedianya sumber daya untuk upaya ini. Masalah pekerja anak harus menjadi agenda
penting bagi Departemen Keuangan maupun Depsos dan instansi terkait lainnya.
4. Sikap dan perilaku keluarga harus berubah. Sering kali keluarga dan masyarakat tidak
keberatan bila anak bekerja. Bahkan seringkali bekerja dianggap lebih tepat bagi anak
perempuan dari pada bersekolah. Sikap seperti ini harus diubah karena tidak akan
memberikan perlindungan bagi anak.
5. Hukum dan peraturan yang melarang pekerja anak harus diterapkan. Yang lebih
penting tentu saja penegakannya secara konsisten.
6. Pemerintah dan pihak lain harus mengetahui berapa banyak anak bekerja dalam
berbagai bidang. Pemerintah juga harus mengetahui gender, usia dan etnis anak untuk
memahami mengapa mereka menjadi rentan pada awalnya dan untuk menentukan t
tindakan yang tepat.
7. Anak-anak harus segera diangkat dari jenis pekerjaan terburuk bagi pekerja anak dan
diberi perawatan dan pendidikan. Pendapat anak perlu diperhitungkan dalam program-
program yang bertujuan untuk membantu pekerja anak. Jika anak-anak akan diberi
alternatif agar tidak lagi terlibat dalam pekerjaan berbahaya, maka mereka harus
menjadi mitra dalam menentukan jenis alternatif tersebut.



2.2 Peran Negara, Pemerintah, Masyarakat dan Orang tua
Perlindungan anak terhadap segala bentuk eksploitasi anak dapat kita cegah sedini mungkin yaitu dalam melakukan pembinaan, pengembangan dan perlindungan anak, perlu peran masyarakat, baik melalui lembaga perlindungan anak, lembaga keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi kemasyarakatan, organisasi sosial, dunia usaha, media massa, atau lembaga pendidikan. Peran serta dari masing-masing pihak sangat membantu dalam upaya preventif eksploitasi terhadap anak, hal ini mengingat bahwa anak merupakan penerus bangsa yang harus dilindungi hak-haknya.
Sebagai langkah konkrit terhadap peran serta pemerintah, masyarakat dan orang tua yaitu dengan tidak melakukan perlakuan eksploitasi, misalnya tidakan atau perbuatan memperalat, memanfaatkan, atau memeras anak untuk memperoleh keuntungan pribadi, keluarga, atau golongan. Dan setiap anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari :
1. Penyalahgunaan dalam kegiatan politik.
2. Pelibatan dalam sengketa bersenjata.
3. Pelibatan dalam kerusuhan sosial.
4. Pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur kekerasan.
5. Pelibatan dalam peperangan.
Serta setiap anak memperoleh perlidungan dari sasaran penganiayaan, penyiksaan, dan penjatuhan hukuma yang tidak manusiawi, mamperoleh kebebasan sesuai hukum. Penangkapan, penahanan, atau tindak pidana penjara anak hanya dilakukan apabila sesuai dengan hukum yang berlaku dan hanya dapat dilakukan sebagai upaya terakhir.
Negara, pemerintah, masyarakat, keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak. Negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab menghormati dan menjamin hak asasi setiap anak tanpa membedakan suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya dan bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak, dan kondisi fisik dan/atau mental.
Peran serta dari masing-masing pihak sangat diperlukan dalam memberikan kontrol terhadap tindakan penyelewengan tersebut. Sebagai contoh kasus pelecehan terhadap anak terutama anak-anak dan wanita yang tinggal di daerah konflik atau daerah bekas bencana. Lebih dari 2.000 anak tidak mempunyai orang tua. Secara psikologis anak-anak itu terganggu sesudah bencana tsunami meluluhlantakkan Aceh dan Sumatra Utara pada 26 Desember 2004 silam.
Seperti halnya anak-anak di belahan dunia lain, anak-anak di Indonesia pun mengalami kekerasan dalam rumah tangga, di jalanan, di sekolah dan di antara teman sebaya mereka. Tapi banyak kasus kekerasan semacam ini tidak terungkap. Atau, hal ini tidak dianggap sebagai kasus kekerasan karena kedua pihak tidak menganggapnya sebagai masalah. Seringkali kekerasan terhadap anak dianggap hal yang lumrah karena secara sosial dipandang sebagai cara pendisiplinan anak. Bahkan di banyak masyarakat, norma sosial dan budaya tidak melindungi atau menghormati anak-anak.
Kasus kekerasan di Indonesia tidak mencuat karena tidak ada laporan resmi. Hal ini terjadi karena lingkungan budaya yang sudah mengakar. Masyarakat tradisional memang tidak mengakui insiden semacam itu. Buruknya penegakan hukum dan korupsi di kalangan penegak hukum juga membuat kasus-kasus kekerasan semacam itu tidak diselidiki. Akibatnya pelaku tindak kekerasan terhadap anak pun bebas dari jeratan hukum.
2.3 Pengaruh Anak Melihat Siaran Televisi
Melihat banyaknya tayangan televisi yang cenderung membentuk sikap dan prilaku anak kepada tak baik, maka KPI berkewajiban melakukan bimbingan dan pengawasan. Agama manapun juga melarang siaran yang tidak baik. Mengingat hal itu, anak-anak harus pandai memilih siaran tak baik dan sekaligus melakukan kritisi terhadap bentuk-bentuk siaran tidak mendidik itu.
KPI sudah menetapkan beberapa larangan untuk tidak ditayangkan dan disiarkan seperti yang berbau SARA, porno grafi dan pornoaksi, persoalan privasi, menghasut serta berbau fitnah. “Semua bentuk siaran itu harus mendapat kritisi bagi anak-anak.
Para anak-anak harus pandai memilih dan memilah, karena siaran televisi saat ini cenderung mengubah sikap dan prilaku kepada yang negatif. Anak-anak jangan hanya melihat tayangan sinetron di televisi dari sisi percintaan, kekerasan dan pembagian harta warisan saja, karena hal itu akan mengajarkan kita lebih banyak kepada sikap negatif.
Namun, para anak-anak harus dapat memilih dan memilah berbagai tayangan yang disajikan televisi yang mampu memotivasi menumbuhkan kemauan berbuat kepada nilai-niali positif. Walaupun diakui sangat sedikit sinetron yang ditayangkan bisa menjadi contoh untuk berbuat kebaikan. Dalam kehidupan yang glamour atau serba tak terkendali saat ini, kita lupa baik orang tua apalagi anak-anak untuk memilah dan memilih mana tontonan yang bermanfaat atau tidak. Saat ini banyak orang tua yang lalai dalam membimbing anak ketika belajar, sehingga keseriusan anak tidak terkonsentrasi untuk belajar di rumah.




BAB III
PENUTUP


3.1 Kesimpulan

Anak dari sisi kehidupan berbangsa dan bernegara adalah merupakan masa depan bangsa dan generasi penerus cita-cita bangsa, sehingga Negara berkewajiban untuk memenuhi hak setiap anak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, berpartisipasi, memberikan perlindungan dari tindak kekerasan dan diskriminasi.
Pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan perlindungan anak, karena anak dari sisi perkembangan fisik dan psikis manusia merupakan pribadi yang lemah, belum dewasa dan masih membutuhkan perlindungan
Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapatkan kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial dan berakhlak mulia. Oleh karenanya perlu dilakukan upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hak-haknya serta adanya perlakuan tanpa diskriminasi.





DAFTAR PUSTAKA



1. www.humasbatam.co.id
2. www.google.com
3. www.bumiayubook.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar